Beri Aku Cerita yang Tak Biasa; Cara Sederhana Mencintai Budaya Nuswantara
www.ceritawiniez.com Jari-jari saya berhenti sejenak ketika melihat sebuah poster webinar dengan judul
yang eye catching di instagram. Pelan-pelan saya membacanya: Menerbangkan
Adikarya Nuswantara dalam Bingkai Cerita yang Tak Biasa. Rasa penasaran dan
ingin tahu akhirnya membuat saya mengisi link
pendaftaran yang tertera di poster tersebut.
Acara yang ditayangkan melalui platform zoom ini, dibuka oleh Mbak Novarty tepat pukul 19.00 WIB. Sesi
pertama diisi oleh Mbak Widyanti Yuliandari, selaku Ketua Umum IIDN (Ibu-Ibu DoyanNulis). Mbak Wid, biasa beliau disapa, menjelaskan secara singkat apa itu IIDN.
IIDN adalah komunitas perempuan penulis yang memiliki visi memajukan perempuan
Indonesia melalui dunia menulis. Selanjutnya, lulusan Magister Teknik
Lingkungan ITS-Surabaya ini, menyampaikan materi tentang Tulisan Fiksi vs Nonfiksi.
Blogger Perlu Mencoba Hal Baru
Saya dan mungkin sebagian besar orang
mengira IIDN hanya berisi blogger-blogger, yang identik dengan tulisan nonfiksi. Maka wajarlah jika banyak yang bertanya
mengapa IIDN bekerjasama dengan Elang Nuswanatara membuat project antologi cerpen.
Menurut Mbak Wid, ada tiga alasan IIDN memilih menulis cerpen berlatar belakang budaya.
1. Panggilan
Tersentuh untuk menulis tema budaya dalam kemasan yang berbeda.
2. Menarik
Banyak yang mengatakan budaya merupakan tema yang tidak menarik dan IIDN ingin membuktikan jika pendapat itu salah. Tema budaya jika dikemas unik akan menghasilkan tulisan yang luar biasa. Tema budaya juga masih jarang dilirik orang sehingga masih banyak hal yang bisa digali.
3. Membawa Pesan Penting
Sebagai
manusia modern, kita ingin menulis pesan penting dan menulis cerpen dengan dengan tema budaya menjadi salah satu cara untuk
menyampaikan pesan tersebut.
Personal
branding Mbak Wid sebagai seorang blogger yang akrab dengan tulisan
nonfiksi, membuat wanita yang lahir di Situbondo ini merasa ragu untuk berpartipasi di antologi ini. Namun
akhirnya beliau berpikir bahwa sebaiknya kita tidak boleh memberi label terlalu
kuat terhadap diri sendiri. Setiap orang harus membuka kesempatan
seluas-luasnya terhadap hal yang baru. Akhirnya dengan perjuangan yang cukup
berdarah-darah, wanita yang sering juara lomba blog ini berhasil menyelesaikan
cerpennya yang berjudul “Dari Taneyan Lanjang Menuju Wageningen.”
Apakah Sulit Men-switch Menulis Nonfiksi ke Fiksi ?
Sebagai seorang blogger yang terlanjur nyaman dengan genre nonfiksi, membuat Mbak Wid kesulitan ketika menulis fiksi. Beliau mengakui jika cerpennya selesai didetik-detik akhir dan masih jauh dari sempurna. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, wanita yang berdomisili di Kartosuro Jawa Tengah ini, berusaha melawan mitos penulisan fiksi yaitu:
1. Harus Pintar Menghayal
Mindsetnya menulis fiksi itu gampang. Menghayal, menulis dan selesai. Padahal menulis fiksi perlu melakukan riset dan mengumpulkan data, sama dengan menulis nonfiksi.
2. Hanya Untuk Orang yang Pandai Menghayal
Untuk
menjadi penulis fiksi yang diperlukan adalah niat yang kuat dan ketekunan,
bukan bakat.
3. Jenis Tulisan yang Gampang dibuat
Menulis
fiksi memerlukan effort yang sama
seperti menulis nonfiksi. Penulis wajib melakukan riset dan mengumpulkan data
yang tentu saja memerlukan ketelitian.
Tips Menulis Fiksi untuk Pemula
Di halaman terakhir salindianya, Mbak
Wid memberikan beberapa tip menulis fiksi untuk pemula.
Selanjutnya giliran Mba Kirana Kejora
menyampaikan materi. Mba Kirana yang akrab disapa Buk’e merupakan founder Elang
Nuswantara, suatu komunitas penulis prosa budaya nuswantara. Menurut Mba
Kirana, seorang penulis dituntut sensitif dan cerdas. Penulis harus sensitif
dalam mencari ide, mengolah dan menuliskannya. Cerdas dalam memilih diksi agar
tulisannya memikat pembaca.
Mengapa Memilih Tema Budaya Untuk Antologi
Beri Aku Cerita yang Tak Biasa?
Antologi Beri Aku Cerita yang Tak Biasa menyajikan 28 cerita pendek yang
ditulis 28 penulis. Menurut Mba Kirana, salah satu alasan mengapa memilih tema
budaya dalam antologi ini, karena melestarikan kebudayaan nusantara merupakan
tanggung jawab bersama dan salah satu caranya dengan menuliskannya. Beberapa
orang mengatakan jika menulis tema budaya itu tidak sexy dan popular. Namun wanita
lulusan Teknik Perikanan ini membantahnya. Ia mengatakan justru karya-karyanya yang menjadi best seller, diadaptasi menjadi
film dan mendapat penghargaan, karena ada unsur budaya yang bermuatan kearifan
lokal nuswantara.
Di antologi Beri Aku Cerita Tak yang Biasa ini, Mbak Kirana menulis cerpen yang
berjudul Topopong Hanjuang Kakek. Topopong
itu bisa diartikan rencana, niat, lisan, perilaku dan raga.
Menurut
Mba Kirana, tulisan yang baik adalah tulisan yang mempunyai unsur filmis. Ada empat
hal yang dapat membuat sebuah tulisan dikatakan filmis
1. Masuk akal/possible
2.
Suspend
3.
Surprise
4. Ada
romance, nilai spiritual dan satir
Sesi
ketiga diisi oleh Mbak Rahmi Aziz, salah satu penulis antologi yang mampu
menjual 117 antologi. Selain membagi pengalaman ketika menulis di antologi ini,
Mba Rahmi juga berbagi tip agar dapat menjual buku dengan jumlah yang banyak.
Menurut wanita yang berprofesi dokter ini, berjualan harus ada adabnya. Pertama
kita perbaiki niat, menjaga komunikasi
dan menjalin silaturahim .
Tak terasa, sudah dua jam webinar ini
berlangsung. Walau saya bukan penulis di antologi ini, tetapi saya bisa
merasakan semangat dan kehangatan antologi cerpen Beri Aku Cerita yang Tak Biasa ini.
Posting Komentar untuk "Beri Aku Cerita yang Tak Biasa; Cara Sederhana Mencintai Budaya Nuswantara"